Penyalahgunaan Media Sosial dengan Hoax dan Hate Speech

Mengenal Media Sosial

Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, media sosial adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0, dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content. Secara ringkas, media sosial atau dalam bahasa Inggris biasa disebut Social Media merupakan media dalam jaringan yang membuat penggunanya dapat saling berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.

Kaplan dan Haenlein mengklasifikasi media sosial menjadi enam jenis, diantaranya adalah proyek kolaborasi, blog/mikroblog, konten, situs jejaring sosial, virtual game world, dan virtual social world.

Conversationprism

Beberapa media sosial yang populer atau sering diakses oleh masyarakat Indonesia menurut data dari situs katadata.com adalah seperti pada gambar di bawah ini:

Data situs dikunjungi

Media sosial sejatinya bisa digunakan untuk mencurhakan aspirasi dan opini sebagai warga negara yang demokratis, namun banyak penggunanya menyalahgunakan media sosial sebagai upaya untuk memecah belah persatuan serta membuat keributan yang bila terjadi dalam skala besar dapat mengganggung ketertiban nasional.

Pengertian Hoax

Menurut Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai malicious deception atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Namun di Indonesia terjadi pergeseran makna (terutama oleh pengguna internet) menjadi ‘berita yang tidak disukai’.

Hoax atau fake news bukan merupakan hal yang baru, karena sudah banyak beredar sejak era mesin cetak pertama dibuat yakni tahun 1500-an. Sebelum internet ada hoaks lebih sulit diverifikasi karena keterbatasan informasi dan komunikasi saat itu, sehingga masyarakat akan mudah menerima setiap berita palsu yang keluar.

Namun kini di Indonesia, adanya internet tidak membuat hoaks menjadi lebih mudah diverifikasi karena ketidakmauan pembaca atau masyarakat awam untuk melakukan verifikasi terhadap berita yang datang selama berita tersebut masih dirasa sesuai dengan pendapatnya. Maka dari itu terjadilah pergesaran makna hoaks yang salah menjadi ‘berita yang tidak disukai’.

Beberapa jenis kabar bohong yang sering kita jumpai di media sosial adalah:

  1. Hoax Proper. Ini merupakan berita bohong yang memang sengaja dibuat yang dimaksudkan untuk menipu orang-orang dengan beritanya. Hoaks ini sengaja dibuat untuk menyerang individu atau kelompok tertentu yang tidak sejalan dengan pendapat si pembuat.
  2. Click Bait. Ini merupakan sebuah cara menarik pengunjung yang paling banyak digunakan oleh banyak situs-situs nakal, mereka membuat sebuah judul heboh yang dapat membuat orang merasa penasaran dan ingin membuka situs penyebar berita tersebut, namun ketika sudah dibaca ternyata isinya kadang tidak ada kaitannya dengan judul atau malah terlalu dibesar-besarkan. Ini akan sangat menjadi buruk karena sifat pengguna internet kita memiliki antusias baca yang rendah, sehingga kebanyakan dari mereka langsung membuat asumsi atau kesimpulan dari judul berita tanpa membaca isi berita tersebut.
  3. Berita yang diangkat kembali. Hoaks model seperti ini biasanya menuliskan kembali berita yang pernah ditulis beberapa tahun yang lalu yang diangkat kembali, sehingga menimbulkan asumsi bahwa kejadian tersebut baru saja terjadi. Berita seperti ini dapat menyesatkan apabila pembaca tidak teliti untuk mengecek kembali tanggal kejadian dari isi berita tersebut.

Pengertian Hate Speech

Ujaran kebencian atau hate speech adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan terhadap individu atau kelompok yang lain dalam berbagai aspek seperti ras, gender, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.

Kasus Hoax dan Hate Speech Melalui Media Sosial

Berita bohong dan ujaran kebencian melalui media sosial telah terjadi beberapa tahun terakhir dan masih marak hingga saat ini di Indonesia. Perbedaan pendapat mulai dari masalah politik, sosial hingga agama menjadi alasan kuat banyaknya kasus tersebut. Kasus ini selalu berhasil membuat kondisi negara menjadi gaduh bahkan hingga menelan korban. Contoh kasus hoax dan hate speech yang pernah terjadi adalah saracen dan MCA.

Saracen merupakan sindikat penyebar konten ujaran kebencian yang bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melalui media sosial (facebook) yang berhasil diungkap oleh Divisi Siber Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri pada 7 Agustus 2017. Apa yang dilakukan oleh saracen secara hukum telah melanggar ketentuan undang-undang dalam Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE yang telah diubah dengan UU RI Nomor 19 Tahun 2016.

JS yang disebut-sebut sebagai ketua dari sindikat tersebut akhirnya menerima vonis 10 bulan penjara. Namun Majelis Hakim PN Pekanbaru memvonis JS bukan karena ujaran kebencian, melainkan dianggap melakukan akses ilegal ke akun media sosial SRN, wanita yang oleh polisi disebut sebagai koordinator wilayah saracen. Lalu AD yang disebut sebagai bendahara saracen juga dijatuhi hukuman 5 bulan 15 hari penjara oleh pengadilan karena dianggap melakukan penghinaan kepada penguasa sebagaimana diatur dalam pasal 207 KUHP.

Kegagalan membuktikan individu pada kelompok penyebar kebencian di Indonesia membuktian rendahnya kualitas aparat yang menangani perkara ini, dan terkesan penuh dengan muatan politik.

Pada tahun 2016, di Indonesia tercatat ada 800 ribu situs penyebar hoax berdasarkan data dari KOMINFO. Data ini terus meningkat tiap tahunnya, menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia yang mencapai 262 juta orang belum bisa menggunakan media sosial dengan bijak, padahal tata cara penggunaan media sosial dan internet di Indonesia telah diatur oleh undang-undang.

Beberapa kasus Hoax yang pernah terjadi beberapa tahun terakhir yang menjadi viral karena bantuan media sosial adalah:

  1. Iron man Bali
  2. Gerakan Rush Money
  3. Serbuan tenaga kerja China ke Indonesia
  4. Penyebaran atau informasi salah mengenai kesehatan

Beberapa kasus ujaran kebencian yang sering kita lihat di media sosial:

  1. Meme menghina perorangan atau kelompok lain
  2. Kampanye hitam mengatasnamakan golongan tertentu
  3. Twit atau pos media sosial yang menghujat perorangan atau kelompok tertentu

Dampak Penyalahgunaan Media Sosial

Media sosial yang difungsikan sebagai alat untuk menampung opini, pendapat, serta pengaplikasian secara nyata dari freedom of speech seharusnya dapat menjadi tempat berdiskusi atau bertukar pikiran dengan kepala dingin untuk mencapai kesepakatan tentang suatu masalah. Namun kini di Indonesia, media sosial lebih sering diisi oleh akun-akun yang ingin memecahbelah persatuan serta membuat keributan atau mengganggu ketertiban nasional dengan berbagai tujuan, dimulai dari yang hanya ingin sekadar terkenal maupun yang memang berniat jahat untuk merusak.

Kemungkinan terburuk dari beredarnya hoax dan hate speech adalah terbelahnya masyarakat Indonesia yang beragam ini dengan bersenjatakan rasisme serta menimbulkan teror di mana-mana yang disebabkan oleh secuil tulisan orang tidak bertanggung jawab. Mengantisipasi kemungkinan kecil hingga terburuk tersebutlah, diperlukan peran aktif dari pemerintah serta masyarakat dunia maya itu sendiri sebagai pelaku utama media sosial untuk meredam serta menghentikan peredaran segala sesuatu yang dapat dikategorikan hoax atau hate speech.

Peran Pemerintah Melalaui UU-ITE

Di Indonesia kita memiliki aturan yang ketat dalam penggunaan media sosial, ini terbukti dengan adanya UU ITE yang dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan yang menghasilkan undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektronik (ITE).

Beberapa pasal pada UU ITE tersebut berbunyi:

Pasal 27 ayat 3 UU ITE, berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan /atau mentransmisikan dan /atau membuat dapat di akses nya Informasi Elektronik dan /atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan.

Pasal-pasal yang mengatur tindakan Hate speech terhadap seseorang semuanya terdapat di dalam Buku I KUHP Bab XVI khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317, dan Pasal 318 KUHP. Sementara, penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap pemerintah, organisasi, atau suatu kelompok diatur dalam pasal-pasal khusus, yaitu :

  1. Penghinaan terhadap kepala negara asing (Pasal 142 dan Pasal 143 KUHP)
  2. Penghinaan terhadap segolongan penduduk/kelompok/organisasi (Pasal 156 dan Pasal 157 KUHP)
  3. Penghinaan terhadap pegawai agama (Pasal 177 KUHP)
  4. Penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia (Pasal 207 dan pasal 208 KUHP)

Dan denda yang diberikan pun tidak main-main. Beberapa hukuman dan denda setiap pelanggarannya adalah:

  1. Pasal 27 : Denda Rp. 1 miliar dan enam tahun penjara bagi orang yang membuat, mendistribusikan, mentrasmisikan, materi yang melanggar kesusilaan, judi, menghinaan dan mencemari nama baik ,memeras dan mengancam.
  2. Pasal 28 : Denda Rp. 1 miliar dan enam tahun penjara bagi orang yang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, sehingga merugikan konsumen transaksi elektronik dan menimbulkan kebencian dan permusuhan antarkelompok.
  3. Pasal 30 : Denda Rp. 600-800 juta dan penjara 6-8 tahun bagi orang yang memasuki komputer atau sistem elektronik orang lain, menerobos, sampai menjebol sistem pengamanan.

Namun bercemin dari beberapa kasus yang pernah terjadi, hukum di negara ini terkesan belum berjalan dengan baik karena bermuatan politik atau ada kepentingan individu atau kelompok di dalamnya. Untuk membaca UU ITE no 11 Tahun 2008 dapat dilihat pada file berikut ini.

Beberapa Kasus yang pernah dilaporkan oleh pengguna internet lain tentang pelanggaran yang dilakukan atau terjerat kasus UU ITE bisa dilihat di situ SafeNet.

Sedangkan di luar negeri, pemerintah telah menjalin kerja sama untuk memberantas hoax dan hate speech melalui media sosial dengan menjalin kerja sama dengan pihak dari media sosial tersebut, seperti yang sudah terjadi di Amerika Serikat.

Hoax di Amerika

Peran Masyarakat Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah

Demokrasi memang memberikan kita ijin untuk mengemukakan pendapat di muka umum, dan teknologi dapat dengan mudah menyebarkan pendapat kita ke segala penjuru. Namun, kebebasan berekspresi dan berpendapat jangan dijadikan alasan untuk menyebarkan kebencian karena itu tidak sama sekali ditolelir, apalagi menyebarluaskannya melalui media sosial. Etika penggunaan media sosial di Indonesia pun sudah jelas diatur oleh UU ITE, yang mewajibkan kita untuk bertanggung jawab atas setiap pendapat yang kita lontarkan melalui media sosial.

Harus diakui bahwa adanya UU ITE tidak serta merta membuat pengguna internet Indonesia yang didominasi oleh anak muda dapat berlaku sopan serta tertib, maka dari itu kita harus memulai memberikan contoh penggunaan sosial media yang baik. Beberapa contoh preventif terhadap kasus hoax dan hate speech yang dapat kita lakukan adalah:

  1. Hati-hati dengan judul provokatif
  2. Cermati alamat situs
  3. Periksa fakta
  4. Cek keaslian foto dan konten
  5. Ikut serta dalam grup diskusi anti-hoax
  6. Aktif dalam melaporkan setiap kasus yang ditemui
  7. Membuat perbandingan dari berbagai sumber berita
  8. Ikut melaporkan akun penyebar hoax dan ujaran kebencian kepada penyedia layanan media sosial atau lembaga swadaya seperti SafeNet.

Kesimpulan

NKRI yang menganut sistem demokrasi memperbolehkan setiap warga negara untuk mengakses serta menggunakan layanan media sosial ataupun internet pada umumnya untuk banyak keperluan, salah satunya adalah sebagai media freedom of speech atau kebebasan dalam berpendapat. Namun Indonesia tetap saja negara hukum yang memiliki aturan baku untuk mengatur setiap warga negaranya agar tidak menimbulkan kerusakan atau kesalahan yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Meskipun berada di dunia maya, namun media sosial atau internet memberikan dampak nyata pula di dunia nyata. Maka dari itu, sebagai pengguna yang bijak, kita harus mengetahui ketentuan hukum serta etika yang ada dalam menggunakan internet serta media sosial sebagai tempat diskusi serta curahan hati agar tidak menimbulkan efek kerusakan yang besar bagi diri sendiri serta orang lain, serta mampu mempertanggungjawabkan setiap pendapat yang kita lontarkan di media sosial.